Nama-Nama Pengharum Bangsa

No Comments
1. B.J Habibie
B.J Habibie
  Bacharuddin Jusuf Habibie (lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936; umur 73 tahun) adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Ia menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Jabatannya digantikan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih sebagai presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan dan 7 hari sebagai wakil presiden, dan 1 tahun dan 5 bulan sebagai presiden, Habibie merupakan Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek.
Habibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan RA. Tuti Marini Puspowardojo. Habibie yang menikah dengan Hasri Ainun Habibie pada tanggal 12 Mei 1962 ini dikaruniai dua orang putra yaitu Ilham Akbar dan Thareq Kemal.
Baik Alwi Abdul Jalil Habibie maupun R.A.Tuti Marini Puspowardojo bukan kelahiran Sulawesi Selatan. Alwi Abdul Jalil Habibie lahir pada tanggal 17 Agustus 1908 di Gorontalo dan R.A.Tuti Marini Puspowardojo lahir di Yogyakarta 10 November 1911. Ibunya anak seorang spesialis mata di Yogya, ayahnya bernama Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah. Ia bersaudara tujuh orang.
Beliau belajar teknik mesin di Institut Teknologi Bandung tahun 1954. Pada 1955-1965 dia melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diplom ingineur pada 1960 dan gelar doktor ingineur pada 1965 dengan predikat summa cum laude. Dia kemudian bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm di Hamburg, hingga mencapai puncak karir sebagai wakil presiden bidang teknologi. Pada 1973 kembali ke Indonesia atas permintaan mantan presiden Suharto.Dan sekarang beliau menjadi warga negara jerman dan mendapat royalti dari airbus karena rumusnya dipakai oleh maskapai tersebut

2. Anggun C Sasmi
Anggun Cipta Sasmi (lahir di Jakarta, 29 April 1974; umur 35 tahun) adalah penyanyi asal Indonesia yang saat ini telah memiliki kewarganegaraan Perancis. Ia merupakan putri dari Darto Singo, seorang seniman Indonesia dan Dien Herdina, seorang perempuan yang masih kerabat Keraton Yogyakarta.[1] Mengawali kariernya dengan tampil di panggung Ancol di usia 7 tahun,[2] Anggun kemudian merekam album anak-anak 2 tahun kemudian.[3] Di bawah bimbingan Ian Antono, Anggun memulai debutnya di Indonesia di tahun 1986 melalui album Dunia Aku Punya.Pada usianya yang masih sangat muda Anggun telah berhasil menggapai puncak popularitasnya sebagai penyanyi rock di Indonesia dengan diraihnya penghargaan “Artis Indonesia Terpopuler 1990-1991″. Pada tahun 1994, Anggun memutuskan untuk meninggalkan Indonesia dan mewujudkan impiannya menjadi artis bertaraf internasional. Dengan bantuan Erick Benzi, seorang komposer besar Perancis, pada tahun 1997, Anggun berhasil merilis album internasional pertamanya, Snow on the Sahara, di lebih dari 33 negara di seluruh dunia.
Saat ini Anggun bermukim di Perancis dan Kanada untuk melanjutkan karier internasionalnya. Sejak tahun 1997, album-album Anggun direkam dalam dua bahasa, Inggris dan Perancis. Dengan 4 album internasionalnya, Anggun tercatat sebagai penyanyi Asia paling sukses di luar Asia.

3. Daniel sahuleka
Daniel sahuleka

Daniel Sahuleka adalah seorang penyanyi Belanda yang berdarah Ambon, Indonesia, yang dilahirkan di Semarang pada 6 Desember. Ia tinggal di Winterswijk, dimana bakat menyanyi dicuatkan oleh Rudy Bennett. Daniel tidak banyak menerbitkan album. Beberapa lagunya yang terkenal di Indonesia antara lain adalah You Make My World So Colorful yang muncul pada awal 1980-an sebagai salah satu lagu dalam album Daniel Sahuleka (1977), serta “Don’t Sleep Away The Night” yang merupakan single album dengan judul yang sama pada tahun 1978. Di awal kariernya sebagai penyanyi rekaman, Daniel bernaung di bawah Polydor (Netherland).
Pada tahun 1990-an ia tidak banyak membuat rekaman, kecuali beberapa konser kecil pada 1995 dan beberapa album. Pada 2004 ia menerbitkan sebuah album baru yang antara lain berisi Berdendang, yang kuat diwarnai oleh nada dari tanah leluhurnya, Maluku.

4. Rexy Mainaky

Rexy MainakyRexy Ronald Mainaky (lahir di Ternate, Maluku Utara, 9 Maret 1968; umur 41 tahun) adalah mantan pemain bulu tangkis Indonesia. Bersama dengan Ricky Subagja, Ia merebut medali emas Olimpiade Atlanta 1996. Setelah pensiun, Ia menjadi pelatih bulu tangkis, dan saat ini menjadi pelatih di Malaysia.



5. Tony Gunawan
Tony Gunawan

Tony Gunawan (吴俊明) (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 9 April 1975; umur 34 tahun) adalah seorang pemain bulutangkis terkenal Indonesia, peraih medali emas Olimpiade 2000. Ia adalah salah seorang pemain ganda putra terbaik yang pernah dimiliki oleh Indonesia. Tony berhasil merebut berbagai gelar juara dengan banyak pasangan. Pemain-pemain yang pernah berpasangan dengannya adalah Victo Wibowo, Candra Wijaya, Halim Haryanto, Bob Malaythong, dan Howard Bach.
Pasangan Tony Gunawan/Candra Wijaya banyak menjuarai kejuaraan dan berhasil menduduki peringkat satu dunia. Pasangan ini berhasil meraih medali emas Olimpiade 2000 di Sydney, Australia. Demikian juga saat berpasangan dengan Halim Haryanto, pasangan ini juga berhasil menjuarai berbagai kejuaraan dan menduduki peringkat satu dunia.
Saat melanjutkan pendidikan di Amerika Serikat, suami dari Eti Tantra ini menjadi pelatih sekaligus pemain di Orange County Badminton Club, California. Ia mewakili negara tersebut dan berhasil menjuarai beberapa kejuaraan saat berpasangan dengan Howard Bach dan Bob Malaythong.

6. Hasan Tiro
Hasan Tiro


Teungku Hasan Muhammad di Tiro (lahir di Pidie, Aceh, 25 September 1925; umur 84 tahun) adalah proklamator kemerdekaan Aceh pada 4 Desember 1976. Hasan Tiro sekarang ini menetap di Stockholm, ibu kota Swedia. Dia ikut keluar-masuk hutan bersama pasukannya pada 1976 untuk memisahkan diri dari Indonesia. Perjuangannya itu hanya berlangsung selama tiga tahun. Karena serangan tentara Indonesia yang tak tertahankan, ia mengungsi ke berbagai negara, sebelum akhirnya menetap di Stockholm, ibu kota Swedia. Setelah jatuhnya pemerintahan Soeharto, isu “Aceh merdeka” kembali menjadi sorotan dunia. Organisasinya (Gerakan Aceh Merdeka) muncul ke pentas internasional. Hasan Tiro pernah dan menandatangani deklarasi berdirinya Negara Aceh Sumatra, pada akhir 2002. Dia juga menandatangani surat perihal GAM yang dikirim kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Kofi Annan pada 25 Januari 1999. Dalam berbagai perundingan damai antara RI dan GAM, restu Hasan Tiro selalu ditunggu.
Pengakuan orang Aceh terhadap Tengku Hasan bukan hanya karena perjuangannya. Dalam tubuhnya mengalir darah biru para pejuang Aceh. Tengku Hasan lahir di Pidie, Aceh, pada 25 September 1925 di Tanjong Bungong, Lameulo, sekitar 20 km dari Sigli. Dia adalah keturunan ketiga Tengku Chik Muhammad Saman di Tiro. Hasan merupakan anak kedua pasangan Tengku Pocut Fatimah dan Tengku Muhammad Hasan. Tengku Pocut inilah cucu perempuan Tengku Chik Muhammad Saman di Tiro yang juga Pahlawan Nasional Indonesia.
Pada Januari 1965, Hasan menggagaskan ide Negara Aceh Sumatra Merdeka. Jadi, apa yang dilakukannya dengan memproklamasikan Negara Aceh Merdeka pada 4 Desember 1976 hanyalah kristalisasi dari ide yang sudah disosialkannya sejak 1965.

7. Mia Audina

Mia Audina

Mia Audina Tjiptawan (Hanzi: 張海麗, Pinyin: Zhang Haili) (lahir di Jakarta, Indonesia, 22 Agustus 1979; umur 30 tahun) adalah seorang mantan pemain bulutangkis Indonesia. Ia merupakan peraih medali perak Olimpiade Atlanta 1996 dan Athena 2004.
Ia memperkuat Tim Piala Uber Indonesia saat masih berumur 14 tahun dan menjadi anggota Tim Piala Uber termuda sepanjang sejarah bulutangkis. Mia mendapat julukan “Si Anak Ajaib” karena menjadi pemain penentu kemenangan Indonesia saat menjuarai Piala Uber 1994 dan 1996. Mia memperoleh medali perak Olimpiade Atlanta 1996 setelah di final dikalahkan Bang Soo-Hyun, pemain andalan Korea Selatan.
Pada tahun 1999 Mia menikah dengan Tylio Arlo Lobman, seorang penyanyi gospel asal Suriname berkebangsaan Belanda. Ia kemudian menetap dan menjadi warga negara Belanda dan mulai mewakili Belanda dalam berbagai pertandingan.


8.Maya Soetoro


Maya SoetoroMaya Soetoro adalah seorang guru di La Pietra: Hawaii School for Girls di Honolulu, Hawaii. Ia dilahirkan dari pasangan Lolo Soetoro dan Ann Dunham; ia menjadi terkenal karena saudara tirinya dari ibu yang sama, Barack Obama, yang menjadi Presiden Amerika Serikat ke-44 pada 20 Januari 2009. Maya menerima Ph.D. dari Universitas Hawaii, Manoa tahun 2006. Pada Mei 2007, ia memutuskan untuk membantu kakak tirinya Barack Obama pada kampanye presidennya.
Maya bersuamikan Profesor Konrad Ng (lahir di Kanada) yang memiliki gelar di bidang ilmu politik dan merupakan asisten profesor di Universitas Hawaii di jurusan Academy for Creative Media.Beruntung sekali nasibnya.

9. Zubir Said
Zubir Said


Zubir Said (lahir di Bukittinggi, Indonesia, 22 Juli 1907 – meninggal di Singapura, 16 November 1987 pada umur 80 tahun) adalah seorang penggubah musik untuk film dan juga pencipta lagu kebangsaan Singapura, “Majulah Singapura”. Ia dipercaya telah menggubah lebih kurang 1.000 buah lagu.ternyata negara tetangga kita memakai orang indonesia untuk yang satu ini.




10. Joni Anwar
Joni Anwar


Joni Anwar, juga dikenal sebagai Joni Raptor (lahir 30 Agustus 1981; umur 28 tahun) adalah seorang penyanyi dan pemeran Thailand. Ia dilahirkan di Bangkok dan memiliki keturunan Indonesia dan Skotlandia. Ia mulai karir menyanyi dengan duo rap Raptor bersama Louis Scott. Joni keluar dari Raptor pada 2000 dan telah menghasilkan tiga album solo (“Bad Boy”, “Freeman”, dan “Outtaspace”). Ia juga membintangi be
rbagai iklan televisi untuk Ovaltine, Bata, Krissadanakorn, dan lain-lain.

11. Prof Nelson Tansu, PhD- Pakar Teknologi Nano

Prof Nelson Tansu

Berita dari Medan itu membuat Nelson Tansu lemas. Di Universitas Lehigh, Pennsylvania, Amerika Serikat, tempatnya bekerja sehari-hari, Agustus 2 tahun lalu ia meradang. Kabar itu demikian membuatnya shocked: mama tercintanya, Auw Lie Min, dan papa tersayangnya, Iskandar Tansu, direktur percetakan PT Mutiara Inti Sari, tewas. Mereka dibunuh oleh perampok di area perkebunan karet PTPN II Tanjung Morawa.


Peristiwa itu sempat membuatnya "tak percaya" terhadap Indonesia. Pria kelahiran 20 Oktober 1977 ini adalah seorang jenius. Ia adalah pakar teknologi nano. Fokusnya adalah bidang eksperimen mengenai semikonduktor berstruktur nano.

Teknologi nano adalah kunci bagi perkembangan sains dan rekayasa masa depan. Inovasi-inovasi teknologi Amerika, yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari seluruh orang di dunia, bertopang pada anak anak muda brilian semacam Nelson. Nelson, misalnya, mampu memberdayakan sinar laser dengan listrik superhemat. Sementara sinar laser biasanya perlu listrik 100 watt, di tangannya cuma perlu 1,5 watt.

Penemuan-penemuannya bisa membuat lebih murah banyak hal. Tak mengherankan bila pada Mei lalu, di usia yang belum 32 tahun, Nelson diangkat sebagai profesor di Universitas Lehigh. Itu setelah ia memecahkan rekor menjadi asisten profesor termuda sepanjang sejarah pantai timur di Amerika. Ia menjadi asisten profesor pada usia 25 tahun, sementara sebelumnya, Linus Pauling, penerima Nobel Kimia pada 1954, menjadi asisten profesor pada usia 26 tahun. Mudah bagi anak muda semacam Nelson ini bila ingin menjadi warga negara Amerika.

Amerika pasti menyambutnya dengan tangan terbuka. "Apakah tragedi orang tuanya membikin Nelson benci terhadap Indonesia dan membuatnya ingin beralih kewarganegaraan?" "Tidak. Hati Saya tetap melekat dengan Indonesia," katanya kepada Tempo. Nelson bercerita, sampai kini ia getol merekrut mahasiswa Indonesia untuk melanjutkan riset S-2 dan S-3 di Lehigh. Ia masih memiliki ambisi untuk balik ke Indonesia dan menjadikan universitas di Indonesia sebagai universitas papan atas di Asia.

Jawaban Nelson mengharukan. Nelson adalah aset kita. Ia tumbuh cemerlang tanpa perhatian negara sama sekali. Bila Koran Tempo kali ini menurunkan liputan khusus mengenai orang-orang seperti Nelson, itu karena koran ini melihat sesungguhnya kita cukup memiliki ilmuwan dan pekerja profesional yang berprestasi di luar negeri. Diaspora kita bukan hanya tenaga kerja Indonesia. Kita memiliki sejumlah Nelson lain—di Amerika, Eropa, dan Jepang. Orang orang yang sebetulnya, bila diperhatikan pemerintah, akan bisa memberikan sumbangan berarti bagi kemajuan Indonesia.

12. MUHAMMAD ARIEF BUDIMAN: MERAH-PUTIH DI SAINT LOUIS


Matahari setengah rebah di Medari, Sleman, Yogyakarta. Asar sudah datang. Zakaria bergegas mencari anaknya, Muhammad Arief Budiman. Dia bisa berada di mana saja: di sawah, di kebun salak pondoh, atau—jika sedang beruntung—ia akan ditemukan di sekitar rumah. Zakaria harus menemukannya sebelum matahari terlalu rebah, agar anaknya tak melewatkan salat asar dan mengaji di musala.


Saint Louis, Missouri, Amerika Serikat. Tiga puluh tahun kemudian....
MUHAMMAD ARIEF BUDIMADi sebuah ruang kerja di kompleks Orion Genomic, salah satu perusahaan riset bioteknologi terkemuka di negeri itu, seorang lelaki Jawa berwajah "dagadu"—sebab senyum tak pernah lepas dari bibirnya—kerap terlihat sedang salat. Dialah anak Zakaria itu. Pada mulanya bercita-cita menjadi pilot, lalu ingin jadi dokter karena harus berkacamata sewaktu SMP, anak pekerja pabrik tekstil GKBI itu sekarang menjadi motor riset utama di Orion. Jabatannya: Kepala Library Technologies Group. Menurut BusinessWeek, ia merupakan satu dari enam eksekutif kunci perusahaan genetika itu.


Genetika adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari gen, pembawa sifat pada makhluk hidup. Peran ilmu ini bakal makin sentral di masa depan: dalam peperangan melawan penyakit, rehabilitasi lingkungan, hingga menjawab kebutu*an pangan dunia.

Arief tak hanya terpandang di perusahaannya. Namanya juga moncer di antara sejawatnya di negara yang menjadi pusat pengembangan ilmu tersebut: menjadi anggota American Society for Plant Biologists dan—ini lebih bergengsi baginya karena ia ahli genetika tanaman—American Association for Cancer Research.

Asosiasi peneliti kanker bukan perkumpulan ilmuwan biasa. Dokter bertitel PhD pun belum tentu bisa "membeli" kartu anggota asosiasi ini. Agar seseorang bisa menjadi anggota asosiasi ini, ia harus aktif meneliti penyakit kanker pada manusia. Ia juga harus membawa surat rekomendasi dari profesor yang lebih dulu aktif dalam riset itu serta tahu persis riset dan kontribusi orang itu di bidang kanker. Arief mendapatkan kartu itu karena, "Meskipun latar belakang saya adalah peneliti genome tanaman, saya banyak melakukan riset genetika mengenai kanker manusia," ujarnya.

Kita pun seperti melihat sepenggal kecil sejarah Indonesia yang sedang diputar ulang. Pada akhir 1955, ahli genetika (dulu pemuliaan) tanaman kelahiran Jawa yang malang-melintang di Eropa dan Amerika, Joe Hin Tjio, dicatat dengan tinta emas dalam sejarah genetika karena temuannya tentang genetika manusia. Ia menemukan bahwa kromosom manusia berjumlah 46 buah—bukan 48 seperti keyakinan ahli genetika manusia di masa itu ("The Chromosome Number of Man. Jurnal Hereditas vol. 42: halaman 1-6, 1956). Tjio—lahir pada 1916, wafat pada 2001—bisa menghitung kromosom itu dengan tepat setelah ia menyempurnakan teknik pemisahan kromosom manusia pada preparat gelas yang dikembangkan Dr T.C. Hsu di Texas University, Amerika Serikat.

13. Prof Dr. KHOIRUL ANWAR: TERINSPIRASI KISAH 
FIRAUN
Prof Dr. KHOIRUL ANWARBangkai burung, balsam gosok, dan kisah mumi Firaun. Siapa mengira tiga benda sepele itu ada gunanya. Tapi itulah trio yang “menghidupkan” pria kampung seperti Khoirul Anwar. Dia kini menjadi ilmuwan top di Jepang. Wong ndeso asal Dusun Jabon, Desa Juwet, Kecamatan Kunjang, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, itu memegang dua paten penting di bidang telekomunikasi. Dunia mengaguminya. Para ilmuwan dunia berkhidmat ketika pada paten pertamanya Khoirul, bersama koleganya, merombak pakem soal efisiensi alat komunikasi seperti telepon seluler.


Graduated from Electrical Engineering Department, Institut Teknologi Bandung (with cum laude honor) in 2000. Master and Doctoral degree is from Nara Institute of Science and Technology (NAIST) in 2005 and 2008, respectively. Dr. Anwar is a recipient of IEEE Best Student Paper award of IEEE Radio and Wireless Symposium (RWS) 2006, California, USA.
.

Prof Dr. Khoirul Anwar adalah pemilik paten sistem telekomunikasi 4G berbasis OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) adalah seorang Warga Negara Indonesia yang kini bekerja di Nara Institute of Science and Technology, Jepang.

Dia mengurangi daya transmisi pada orthogonal frequency division multiplexing. Hasilnya, kecepatan data yang dikirim bukan menurun seperti lazimnya, melainkan malah meningkat. “Kami mampu menurunkan power sampai 5dB=100 ribu kali lebih kecil dari yang diperlukan sebelumnya,” kata dia. Dunia memujinya. Khoirul juga mendapat penghargaan bidang Kontribusi Keilmuan Luar Negeri oleh Konsulat Jenderal RI Osaka pada 2007.

Pada paten kedua, lagi-lagi Khoirul menawarkan sesuatu yang tak lazim. Untuk mencapai kecepatan yang lebih tinggi, dia menghilangkan sama sekali guard interval (GI). “Itu mustahil dilakukan,” begitu kata teman-teman penelitinya. Tanpa interval atau jarak, frekuensi akan bertabrakan tak keruan. Persis seperti di kelas saat semua orang bicara kencang secara bersamaan.

Istilah ilmiahnya, terjadi interferensi yang luar biasa. Namun, dengan algoritma yang dikembangkan di laboratorium, Khoirul mampu menghilangkan interferensi tersebut dan mencapai performa (unjuk kerja) yang sama. “Bahkan lebih baik daripada sistem biasa dengan GI,” kata pria 31 tahun ini.

Dua penelitian istimewa itu mungkin tak lahir bila dulu Khoirul kecil tak terobsesi pada bangkai burung, balsam yang menusuk hidung, serta mumi Firaun. Bocah kecil itu begitu terinspirasi oleh kisah Firaun, yang badannya tetap utuh sampai sekarang. Dia pun ingin meniru melakukan teknologi “balsam” terhadap seekor burung kesayangannya yang telah mati. “Saya menggunakan balsam gosok yang ada di rumah,” kata anak kedua dari pasangan Sudjianto (almarhum) dengan Siti Patmi itu.

Khoirul berharap, dengan percobaannya itu, badan burung tersebut bisa awet dan mengeras. Dengan semangat, ia pun melumuri seluruh tubuh burung tersebut dengan balsam gosok. Sayangnya, hari demi hari berjalan, kata anak petani ini, “Teknologi balsam itu tidak pernah berhasil.” Penelitian yang gagal total itu rupanya meletikkan gairah meneliti yang luar biasa pada Khoirul. Itulah yang mengantarkan alumnus Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung tersebut kini menjadi asisten profesor di JAIST, Jepang. Dia mengajar mata kuliah dasar engineering, melakukan penelitian, dan membimbing mahasiswa. Saat ini Khoirul sedang menekuni dua topik penelitian yang dilakukan sendiri dan enam topik penelitian yang digarap bersama enam mahasiswanya.'

14. Profesor Dr. Ken Kawan Soetanto - Peraih Empat Gelar Doktor dan Juga Peraih 31 Paten di Jepang


Prestasi membanggakan ditorehkan Profesor Dr. Ken Kawan Soetanto. Pria kelahiran Surabaya ini berhasil menggondol gelar profesor dan empat doktor dari sejumlah universitas di Jepang. Lebih hebatnya, puncak penghargaan akademis itu dicapainya pada usia 37 tahun.

Profesor Dr. Ken Kawan SoetantoSepintas, penampilan fisiknya nyaris tak berbeda jika dibandingkan dengan kebanyakan orang Jepang. Kulitnya kuning. Rambut lurusnya, disisir rapi. Kemejanya yang diseterika licin dipadu jas menunjukkan dia menyukai formalitas. Tapi, begitu berbicara, akan terkesan bahwa Prof Soetanto -demikian dia dipanggil- bukan orang Jepang. Bicaranya ceplas-ceplos dengan logat suroboyoan-nya yang khas.Penemu konsep pendidikan tinggi "Soetanto Effect" di Negeri Sakura itu beberapa hari ini berkunjung ke Indonesia. Soetanto mendampingi sejumlah koleganya, Dr Kotaro Hirasawa (dekan Graduate School Information Production & System Waseda University) dan Yukio Kato (general manager of Waseda University), menandatangani memorandum of understanding (MoU) antara Waseda University dan President University, Jababeka Education Park, Cikarang, Jawa Barat, Sabtu lalu.

Waseda University adalah perguruan tinggi swasta terbesar di Jepang. Reputasinya setara dengan universitas negeri semisal Tokyo University, Kyoto University, atau Nagoya University. Mahasiswa yang berguru di Waseda University 51.499 orang. Di anatar jumlah itu, 1.234 orang berasal dari luar Jepang.

Waseda University telah menganugerahkan 81 gelar kehormatan bagi pemimpin negara, mulai mantan PM India Jawaharlal Nehru (1957) hingga mantan PM Singapura Lee Kuan Yew (2003). Dari Indonesia, Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita juga pernah belajar di sini.

President University adalah institusi perguruan tinggi berbasis kurikulum bertaraf internasional yang berlokasi di tengah-tengah sekitar 1.040 perusahaan di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang. Selain putra berbaik dari Indonesia, para mahasiswa President University berasal dari China dan Vietnam.

Kehadiran Soetanto tak begitu menyita perhatian publik. Maklum, wakil dekan Waseda University tersebut hanya "sebentar" memberikan ceramah populernya di hadapan ratusan mahasiswa dan civitas academica President University. Dia tak sempat berbagi keilmuan dengan sesama akademisi seperti UI, UGM, ITB, dan Unair. Sebuah kesempatan yang agak disesalkan bagi orang dengan kemampuan akademik sekaliber Soetanto.

Prestasi akademik Soetanto bisa dibilang di atas rata-rata. Misalnya, pada 1988-1993, dia tercatat sebagai direktur Clinical Education and Science Research Institute (CERSI) merangkap associate professor di Drexel University dan School Medicine at Thomas Jefferson University, Philadelphia, AS.

Dia juga pernah tercatat sebagai profesor di Biomedical Engineering, Program University of Yokohama (TUY). Selain itu, pria kelahiran 1951 tersebut saat ini masih terdaftar sebagai prosefor di almameternya, School of International Liberal Studies (SILS) Waseda University, serta profesor tamu di Venice International University, Italia.

Otak arek Suroboyo itu memang brilian. Dia berhasil menggabungkan empat disiplin ilmu berbeda. Hal tersebut terungkap dari empat gelar doktor yang diperolehnya. Yakni, bidang applied electronic engineering di Tokyo Institute of Technology, medical science dari Tohoku University, dan pharmacy science di Science University of Tokyo. Yang terakhir adalah doktor bidang ilmu pendidikan di almamater sekaligus tempatnya mengajar, Waseda University.

"Saya sungguh menikmati pekerjaan sebagai akademisi," kata Soetanto di sela kesibukannya menyaksikan MoU Waseda University dan President University.

Di luar status kehormatan akademik tersebut, dia masuk birokrasi di Negeri Sakura. Pria yang pernah berkawan dengan mantan Presiden RI B.J. Habibie itu tercatat sebagai komite pengawas (supervisor committee) di METI (Ministry of Economy, Trade, and Industry atau semacam Menko Perekonomian di RI).

Selain itu, dia ikut membidani konsep masa depan Jepang dengan terlibat di Japanese Government 21st Century Vision. "Pada jabatan tersebut, saya berpartisipasi langsung menyusun GBHN (kebijakan makro)-nya Jepang," ungkap Soetanto yang masih fasih berbahasa Indonesia dan Jawa itu. Buah pemikiran Soetanto terkenal lewat konsep pendidikan "Soetanto Effect" dan 31 paten internasional yang tercatat resmi di pemerintah Jepang.

Inovasi yang dipatenkan itu mayoritas berlatar bidang keilmuannya, mulai elektronika engineering, teknologi informasi, penemuan pengobatan kanker, dan teknik imaging serta bidang farmasi.

Mau tahu berapa dana yang diraih Soetanto untuk membiayai riset-risetnya? Jumlahnya sangat mencengangkan untuk ukuran akademikus bergelar profesor atau mereka yang pernah menduduki jabatan tertinggi di perguruan tinggi (rektor). Kementerian Pendidikan Jepang mendanai Soetanto sampai USD 15 juta per tahun.

Di antara segudang prestasi itu, bisa jadi yang paling membanggakan, khususnya bagi warga Surabaya, adalah latar belakang sekolah dasar dan menengahnya yang ternyata dihabiskan di kota buaya. Soetanto muda mengenyam pendidikan SD swasta di Kapasari, SMP Baliwerti, dan SMA Budiluhur yang dulu menjadi jujugan sekolah warga keturunan Tionghoa.

Toh, Soetanto mengaku belum puas. Obsesi terpendamnya adalah bagaimana karya akademisnya bisa dinikmati orang lain. "Saya berbahagia bila bisa menyenangkan orang lain," katanya mengungkap visi hidupnya.

Soetanto sempat memberikan buah pemikirannya di hadapan ratusan mahasiswa President University. Isi ceramah akademisnya menarik perhatian mahasiswa. Bahkan, beberapa jajaran direksi PT Jababeka, termasuk Dirut PT Jababeka Setyono Djuandi Darmono. Maklum, Soetanto membeberkan pengalamannya bisa ’menaklukkan’ dunia perguruan tinggi Jepang kendati hingga sekarang masih berkewarganegaraan Indonesia.

Selebihnya, Soetanto banyak mengkritisi sistem pendidikan di Indonesia yang perlu dirombak lagi agar lulusannya lebih berkualitas. "Sistem pendidikan di sini (Indonesia) sudah tertinggal jauh", jelas Soetanto dengan gaya bicara berapi-api.

Ironisnya, penghargaan terhadap staf pengajar atau guru di Indonesia juga sangat kurang. Soetanto lantas mencontohkan kecilnya gaji guru yang memaksa mereka harus bekerja sambilan. "Karena faktor tersebut, jangan heran bila banyak ilmuwan Indonesia mencari penghasilan di luar negeri," pungkas Soetanto

15. JOHNY SETIAWAN, Ph.D - Penemu Planet Pertama dan Bintang Muda 


Johny Setiawan membuat mata dunia tercengang dengan penemuan planet pertama yang mengelilingi bintang baru TW Hydrae.
JOHNY SETIAWAN, Ph.D

PENEMUAN itu sangat spektakuler karena dari 270 planet di luar tata surya yang telah ditemukan astronom dalam 12 tahun terakhir, tak satu pun planet yang muncul dari bintang muda.


Johny yang memimpin tim peneliti di Max Planck Institute for Astronomy (MPIA), Heidelberg, Jerman itu menemukan planet pertama yang disebut TW Hydrae b dan bintang baru TW Hydrae dengan menggunakan teleskop spektrograf F EROS sepanjang 2,2 meter di La Silla Observatory, Chile.

”Ketika kami mengamati kecepatan lingkaran gas TW Hydrae, kami mendeteksi sebuah variasi periodik yang tidak berasal dari aktivitas TW Hydrae. Kami mengamati kehadiran sebuah planet baru (TW Hydrae b),” ungkap Johny kepada SINDO tadi malam. Planet baru yang ditemukan itu memiliki bobot sekitar sepuluh kali berat Planet Yupiter, planet terbesar dalam Sistem Tata Surya.

Planet baru itu mengorbiti TW Hydrae dalam waktu 3,56 hari dengan jarak sekitar 6 juta kilometer. Ini dapat disamakan dengan 4% jarak antara Matahari dan Bumi. Dengan penemuan tim yang dipimpin Johny tersebut, peneliti dapat membuat kesimpulan penting tentang waktu pembentukan planet.Sejumlah pertanyaan pelik yang selama ini dihadapi peneliti, seperti bagaimana dan di mana sistem planet terbentuk?

Bagaimana arsitektur planet? Seberapa lama proses pembentukannya? Bagaimana posisi planet-planet seperti bumi di Galaksi Bima Sakti? Akan segera terjawab. Johny menyadari pentingnya penemuannya tersebut. Dia menjelaskan, bagaimana planet yang baru berumur 8–10 juta tahun (sekitar 1/500 tahun umur Matahari) itu sebagai sebuah kejutan di Tahun Baru ini.

Peneliti lain dalam tim Johny menjelaskan bahwa pihaknya tidak salah menyimpulkan bahwa planet baru itu memang muncul. ”Untuk menghindari salah tafsir atas data, kami telah menginvestigasi seluruh aktivitas yang mengindikasikan TW Hydrae b. Tapi karakteristik planet baru ini sangat berbeda dari perputaran gas di lingkaran utama bintang baru itu. Mereka lebih stabil dan memiliki periode yang pendek,” papar Ralf Launhardt, koordinator program penelitian planet luar tata surya di sekeliling bintang-bintang muda.

Planet terbentuk dari gas dan debu dalam sebuah cakram yang berputar pendek setelah kelahiran sebuah bintang. Tidak keseluruhan proses terbentuknya planet baru ini dipahami pakar. Meski demikian, penemuan TW Hydrae b menyediakan teori baru tentang pembentukan planet.

Berdasarkan studi statistik, Johny memperkirakan rata-rata keadaan cakram gas dan debu itu akan membentuk planet dalam waktu maksimal 10–30 juta tahun. Johny menandaskan, penemuan TW Hydrae b merupakan bukti langsung bahwa pembentukan sebuah planet raksasa tidak bisa lebih lama dari usia bintang yang diorbitinya, 8–10 juta tahun.

”Ini merupakan penemuan paling luar biasa dan spektakuler dalam studi planet-planet di luar tata surya. Untuk pertama kali, kita telah menemukan langsung bahwa planet-planet terbentuk dalam lingkaran cakram. Penemuan TW Hydrae b membuka jalan untuk mengaitkan evaluasi lingkaran cakram dengan proses pembentukan dan migrasi planet,” papar Thomas Henning, direktur Planet and Star Formation Department di MPIA.

Johny memaparkan, peneliti di MPIA kini sedang mengembangkan peralatan generasi baru untuk mendeteksi planet-planet dengan teknik berbeda. Misalnya dengan instrumen baru astrometri untuk mengamati gerakan sebuah bintang saat melintasi planet di antariksa, serta transit fotometri untuk mengamati planet saat bergerak di depan bintang.

”Kita akan lebih memahami formasi planet saat kita mengetahui keanekaragaman sistem planet. Kita akan mampu menempatkan Sistem Tata Surya kita dalam sebuah konteks universal. Akhirnya, tentu di masa depan kita dapat menjawab pertanyaan: ’apakah kita sendirian di Semesta?” ungkap Johny yang baru tiba di Heidelberg setelah pekan lalu berlibur di Jakarta.

Johny merupakan warga Indonesia yang tinggal di Kota Heidelberg, Jerman. Sebagai seorang astronom yang sedang melakukan riset post doctoral, pria kelahiran 16 Agustus 1974 di Jakarta itu mengaku telah memiliki ketertarikan tentang perbintangan sejak kecil. Alumnus SD St.Fransiskus I dan SMP Immaculata, Marsudirini, itu kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Fons Vitae I, Marsudirini, Jakarta.

Setamat SMA, pada 1992–1993,Johny mengenyam pendidikan pra-universitas di Studienkolleg Heidelberg,Jerman. Johny kemudian mempelajari Fisika di Albert-Ludwigs-Universitat, Freiburg, Jerman, dan mengambil Master di Kiepenheuer-Institute for Solar Physics, Freiburg. Disertasinya di Kiepenheuer-Institute for Solar Physics, Freiburg, berjudul Radial velocity variation of G and K Giants.

Sejak Juni 2003, Johny bekerja sebagai peneliti post-doctoral di MPIA, di Department of Planet and Star Formation (Prof. Dr.Thomas Henning). Wilayah risetnya saat ini meliputi planet-planet di luar tata surya di sekitar bintangbintang muda dan bintang-bintang yang sedang terbentuk. Selain itu,Johny yang tinggal di Bintaro Sektor IX ini juga meneliti atmosfer yang berperan sebagai bintang.

”Secara khusus saya bekerja di sejumlah proyek seperti ESPRI (Pencarian Planet dengan PRIMA/ Phase-Referenced Imaging and Micro-arcsecond Astrometry). Di sini saya menyeleksi dan mengamati karakteristik bintangbintang untuk program pencarian planet,”ungkapnya. Sejak 2003, Johny memimpin penelitian di observasi bintang dan planet ESO La Silla. ”Kami telah sukses mendeteksi sejumlah planet yang saling berhubungan,” ungkap Johny yang memiliki kemampuan bahwa Jerman, Inggris, dan Spanyol.

Di tengah kesibukannya meneliti, Johny meluangkan waktu untuk menyalurkan sejumlah hobi yang beragam, mulai memasak, jalan-jalan, olahraga renang dan fitnes, melukis dengan akrilik, serta bermain piano.
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 comments

Post a Comment

Let's Share My Friend's