Kopi Indonesia saat ini menempati peringkat keempat terbesar di dunia dari segi hasil produksi. Kopi di Indonesia memiliki sejarah panjang dan memiliki peranan penting bagi pertumbuhan perekonomian masyarakat di Indonesia. Indonesia diberkati dengan letak geografisnya yang sangat cocok difungsikan sebagai lahan perkebunan kopi. Letak Indonesia sangat ideal bagi iklim mikro untuk pertumbuhan dan produksi kopi. Saat ini sekitar 92% produksi kopi berada di bawah petani-petani kecil atau koperasi.
Kata kopi sendiri berasal dari bahasa Arab; qahwah yang berarti kekuatan, karena pada awalnya kopi digunakan sebagai makanan berenergi tinggi. Kata qahwah kembali mengalami perubahan menjadi kahveh yang berasal dari bahasa Turki dan kemudian berubah lagi menjadi koffie dalam bahasa Belanda. Penggunaan kata koffie segera diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata kopi yang dikenal saat ini.
Sejarah Singkat Kopi Indonesia
Sejarah Kopi di Indonesia, diperkirakan dimulai dari peziarah-peziarah muslim yang kembali dari Timur Tengah membawa biji kopi mereka ke India pada awal tahun 1600. Catatan tertulis menyebutkan bahwa Gubernur Belanda di Malabar (India mengirim bibit kopi Yemen atau kopi Arabica kepada Gubernur Belanda Batavia (sekarang Jakarta) pada tahun 1696. Bibit pertama yang dikirim gagal tumbuh dikarnakan banjir di Batavia. Pengiriman kedua dari benih kopi ke Batavia dilakukan pada tahun 1696. Benih Kopi tersebut tumbuh, Dan pada tahun 1711, exsport pertama dikirim dari Java ke Eropa oleh Perdagangan Timur India yang dikenal sebagai VOC (Verininging Oogst-Indies Company), yang dibentuk pada tahun 1602.
Dalam tempo 10 tahun ekspor meningkat sampai 60 ton/tahun, dan Indonesia menjadi tempat perkebunan Kopi pertama diluar Arabia dan Ethiopia.
VOC memonopoli perdagangan kopi ini dari tahun 1725 sampai 1780.
Ditahun 1700an harga kopi yang dikirim dari Batavia sekitar 3 Guilden/kg di Amsterdam dan itu sama dengan beberapa ratus USD/Kg dengan kurs saat ini, harga kopi memang sangat mahal saat itu. Akhir abad 18 harga kopi mulai turun menjadi 0.6 Guilden/kg sehingga kopi bisa diminum untuk kalangan yang lebih luas lagi.
Perdagangan kopi merupakan hal yang sangat menguntungkan untuk VOC, namun tidak demikian untuk petani kopi Indonesia yang dipaksa untuk menanam oleh pemerintah kolonial. Teorinya, produksi perkebunan ekspor ditujukan untuk menyediakan uang tunai bagi masyarakat desa di Jawa untuk membayar pajak mereka , hal ini di Belanda dikenal sebagai Cultuurstelsel (Sistim penanaman), dan didalamnya termasuk rempah-rempah dan cakupan luas dari hasil bumi lain yang diproduksi oleh negara tropis . Cultuurstelsel dimulai pada produk kopi di daerah Preanger Jawa Barat. Namun dalam prakteknya, harga yang ditetapkan oleh pemerintah sangat rendah dan mereka mengalihkan tenaga kerja dari produksi beras ke kopi yang menyebabkan penderitaan.
VOC kemudian melebarkan sayap dengan menanam kopi diluar Jawa seperti di Sumatra, Bali, Sulawesi dan Timor. Di Sulawesi mulai ditanam tahun 1750, di dataran tinggi Sumatra Utara dekat Danau Toba ditanam sekitar tahun 1888 dan di Gayo, Aceh dekat danau laut tawar ditahun 1924.
Bencana alam, Perang Dunia II dan perjuangan kemerdekaan – semuanya mempunyai peranan penting bagi kopi di Indonesia. Pada awal abad ke-20 perkebunan kopi berada di bawah kontrol pemerintahan Belanda. Infrastruktur dikembangkan untuk mempermudah perdagangan kopi. Sebelum Perang Dunia II di Jawa Tengah terdapat jalur rel kereta api yang digunakan untuk mengangkut kopi, gula, merica, teh dan tembakau ke Semarang untuk kemudian diangkut dengan kapal laut. Kopi yang ditanam di Jawa Tengah umumnya adalah kopi Arabika. Di daerah pegunungan dari Jember hingga Banyuwangi terdapat banyak perkebunan kopi Arabika dan Robusta. Kopi Robusta tumbuh di daerah rendah sedangkan kopi Arabika tumbuh di daerah tinggi
Pada tahun 1920 petani di seluruh Indonesia mulai menanam kopi sebagai hasil bumi yang diperdagangkan. Perkebunan-perkebunan di Jawa dinasionalisasikan pada hari kemerdekaan dan diperbaharui oleh variasi-variasi baru dari Kopi Arabika pada tahun 1950. Variasi ini juga diadopsi oleh para petani penggarap lewat pemerintah dan berbagai program pembangunan. Dewasa ini, lebih dari 90% dari kopi kopi arabika Indonesia dihasilkan oleh para petani terutama di Sumatra utara, di kebun-kebun yang luas rata ratanya adalah sekitar satu hektar. Produksi kopi arabika tahunan sekitar 75,000 ton dan 90 % ditujukan untuk ekspor.
Sumber:
http://indonesiancoffeefestival.net/sejarah-kopi-indonesia
kunjungan ..
ReplyDeletesalam sukses selalu ..:)
Trims selalu temanku... Kunjungi lagi ya... ^o^
DeleteSukses jg buat drmu